Acara Moderasi Beragama di STAB Nalanda: Mewujudkan Harmonisasi Antarumat Beragama di Bulan yang Penuh Berkah - STAB Nalanda

Berita dan Acara

Pendaftaran S1 & S2 Pendidikan Keagamaan Buddha, S1 Dharma Usada, S1 Pendidikan Buddha Anak Usia Dini, S1 Ilmu Komunikasi Buddha, S1 Bisnis dan Manajemen Buddha telah dibuka

Acara Moderasi Beragama di STAB Nalanda: Mewujudkan Harmonisasi Antarumat Beragama di Bulan yang Penuh Berkah

Bukber dan Sarasehan Moderasi Beragama

JAKARTA, Nalanda— Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda melalui Rumah Moderasi Beragama Nalanda mengadakan kegiatan Buka Bersama dan Sarasehan Moderasi Beragama dengan tajuk mewujudkan harmonisasi antarumat beragama di bulan yang penuh berkah. Acara ini berlangsung secara luring di lobby utama lt.1 gd. Kampus Nalanda, pada Rabu (27/3/2024).

Dalam Agenda ini turut hadir Ketua STAB Nalanda Dr. Sutrisno, S.IP., M.Si., Ketua Rumah Moderasi Beragama Nalanda Andika Febrianto, S.Pd.,  M.M., Pandu Dinata, S.Kom. selaku Penyelenggara Bimas Buddha Kota Jakarta Timur. Selain itu perhelatan ini dipandu oleh Moderator Ariyanto, M.Pd. selaku Kaprodi S1 Pendidikan Keagamaan Buddha dan dalam pembahasan yang lebih luas, Bhikkhu Hitako dan Kyai Kusen, S.Ag., M.A., Ph.D., berperan sebagai narasumber.

Ketua STAB Nalanda Sutrisno menerangkan, acara ini sangat penting bagi umat beragama karena dapat meningkatkan harmoni antar-agama. Umat beragama dapat saling memahami, menghargai, dan merayakan keberagaman keyakinan mereka. Ini memperkuat ikatan antar-umat beragama dan membantu membangun fondasi perdamaian di masyarakat.

“Acara ini menurut saya sangat penting untuk umat beragama untuk menambah keharmonisan beragama,” terangnya.

Menurut Sutrisno, Kebersamaan adalah nilai yang sangat penting yang harus kita hargai dan jaga, terutama di lingkungan perguruan tinggi. Penting bagi kita untuk menyebarkan dan meneruskan nilai-nilai kebersamaan ini sebagai generasi penerus yang akan mewarisi banyak hal bagi negara ini. Dengan memperkuat solidaritas dan kerjasama di kalangan mahasiswa dan akademisi, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, mempromosikan toleransi, dan membangun kemitraan yang kokoh dalam mencapai tujuan bersama.

“Kebersamaan itu sangat penting kita hargai kita jaga apalagi di perguuruan tinggi penting kita sebarkan dan kita teruskan sebagai generasi yang akan mewarisi banyak hal untuk negara ini” ungkapnya.

Bhikkhu Hitako menyampaikan, Puvassa, yang berasal dari kata “pu” yang berarti membersihkan atau memurnikan sesuatu yang kotor, dan “vassa” yang mengacu pada musim hujan, memiliki makna yang dalam dalam konteks agama Buddha. Seseorang yang melakukan puvassa adalah orang yang mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan negatif seperti pembunuhan atau menyakiti makhluk hidup, pencurian, asusila, ucapan tidak benar atau bohong, serta mabuk-mabukkan, sesuai dengan ajaran Dhamma yang termasuk dalam 5 Sila.

Lebih dari sekadar menahan diri dari tindakan-tindakan tersebut, puvassa juga melibatkan pengabdian diri dalam keheningan atau “heneng”. Ini menciptakan kesempatan bagi seseorang untuk menenangkan pikiran, membersihkan hati, dan memperkuat kualitas-kualitas positif seperti kesabaran, kebijaksanaan, dan kasih sayang. Dalam keadaan hening tersebut, seseorang dapat lebih mendalam menyelami ajaran dan praktek spiritual, serta menguatkan komitmen untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan integritas, kedamaian, dan kebaikan.

“Puvassa (Pu: Membersihkan atau memurnikan sesuatu yang kotor, vassa: musim hujan) yang artinya adalah seseorang yang melakukan puvassa itu adalah orang yang bisa menahan diri dari perbuatan asusila, mabuk-mabukkan, mencuri, dan membunuh yang sudah diajarkan dalam dhamma yaitu 5 sila dalam agama buddha jadi dalam puasa itu adalah mengabdikan diri dalam heneng atau hening,” Ungkapnya.

selanjutnya Kyai Kusen menegaskan, menegaskan bahwa keamanan dan kesejahteraan tetangga menjadi ukuran keimanan seseorang. Seseorang yang membuat tetangganya tidak merasa aman telah melanggar nilai-nilai keimanan yang mendorong kedamaian dan keselamatan bersama. Dalam memperluas makna keimanan, penting untuk memastikan bahwa tindakan kita mencerminkan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi tetangga, sehingga mendorong ikatan sosial yang kuat dan penuh empati.

“Bahwa orang yang tidak beriman adalah orang yang membuat tetangganya tidak aman, jika tetangganya merasa tidak aman maka dia tidak beriman. Siapapun tetangganya apapun agamanya. Barang Siapa yang beriman maka hormatilah tetanggamu,” tegas Kyai Cepu sapaan lainnya.

Berita Lainnya

Ayo Bergabung Sekarang!